Pada 25 Desember 2015 grup band beraliran folk pop asal Yogyakarta, Auretté and
The Polska Seeking Carnival atau AATPSC merilis album kedua bertajuk Bloom. Album ini
sudah dapat didengarkan di Spotify, iTunes, Apple Music, Youtube, Deezer, Google Play
Music, Tidal, Napster, Amazon Music, dan layanan digital stores lainnya.
Sementara untuk versi fisik dari album Bloom saat ini sedang dalam tahap produksi
dan akan menyusul dirilis secepatnya.
Album ini dinamai Bloom yang secara harfiah dapat diartikan “mekar”, sebagai
representasi sebuah perubahan atau transformasi yang terjadi baik dari segi musikal
maupun personel AATPSC. Secara personal, sejak terbentuk pada 2012 silam hingga
sekarang, setiap personel band telah mengalami banyak perubahan dalam hidup mereka.
Sementara dari segi musik, Bloom mengalami perubahan yang drastis dan sangat
berbeda dengan album pertama AATPSC bertajuk Self Titled yang dirilis pada 2013 silam.
Perubahan musikalitas Bloom dapat dilihat dari segi musik dan lirik. Jika dalam album
pertama Self Titled AATPSC banyak menggunakan instrumen akustik dan lirik lagu
berbahasa Inggris, pada album Bloom yang berisi 12 lagu ini AATPSC banyak
menambahkan instrumen elektronik dan sampling elektronik, serta menggunakan lirik
berbahasa Indonesia dalam beberapa lagu.
Selain mengisahkan proses transformasi personal AATPSC, 12 lagu dalam Bloom
berkisah tentang kehidupan sekitar. Single pertama bertajuk “Rinai Hujan” berkisah
tentang seseorang yang bersedih dan merasa sendu di kala berdiri di tengah hujan, ia
mengharapkan seseorang menemuinya dan mengajaknya berteduh. Sementara dalam
“Lullaby (Wondering Why)” AATPSC menjabarkan hubungan antara manusia dan Tuhan.
“On The Shore” secara sureal menggambarkan sepasang kekasih yang tengah berjalan di
pantai. AATPSC juga menyoroti persoalan sosial dalam lagu “Melerai Lara”, lagu ini
menyoroti kaum transgender yang seringnya masih mendapat diskriminasi di tengah
masyarakat. Lagu “Tamasya” menjabarkan para manusia yang suka bertamasya, namun
terkadang baik sengaja atau tidak sengaja merusak alam sekitar. AATPSC juga menyoroti
masalah kesehatan mental/jiwa dalam lagu “The Bell Jar.”
Di album ini AATPSC juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain. Misalnya
dalam lagu “The Bell Jar”, Gardika Gigih bermain piano dan membuat reverse sampling,
dan YK Brass Ensemble mengisi departemen brass section atau alat tiup besi.
Auretté and The Polska Seeking Carnival terbentuk pada tahun 2012. Sebelum merilis
Bloom di tahun 2018, mereka telah merilis album pertama bertajuk Self Titled pada 2013 silam. Album Self Titled tersebut dirilis dalam berbagai format yaitu kaset pita, CD, rilis
digital mp3, dan vinyl atau piringan hitam.
Setelah wara-wiri di berbagai panggung dan merilis album pertama, AATPSC mulai
dikenal oleh khalayak penikmat musik. The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai
“…unassuming young men and women who carved their own niche by playing music that
is not only unique but also a breakthrough in a scene…” BBC Indonesia menyatakan
“AATPSC disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada
kemampuan mereka membawakan melodi-melodi yang utopis.” South East Asia Indie
(SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been crytalized into one
precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of European music.” Sementara
situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The Wknd menyebut musik AATPSC “sounds
very français but very nusantara at the same time, surprisingly.”