Semangat kolektivitas menjadi hal yang vital pada skena independen lokal. Disadari atau tidak, kebangkitan komunitas musik independen di beberapa daerah kerap disertai oleh sekelompok individu yang berinisiatif untuk menggulirkan stagnasi. Manifestasi dari ciri kebersamaan ini adalah tradisi menjunjung tinggi aspek kolaboratif dalam proses penggarapan sebuah seni.
Inhumane Decadence digagas oleh Aldo Kosim, gitaris dari kuartet alternative metal D’Ark Legal Society yang mewakili Indonesia di Kanada pada ajang Envol et Macadam 2017 silam. “Kolektif seni independen ini didedikasikan bagi individu-individu yang kehilangan keberanian dalam mengambil prakarsa untuk mengekspresikan diri,” cetus Aldo. Menurutnya, masih banyak individu yang merasakan penindasan—namun membungkam dirinya sendiri—sehingga mengalami perasaan rendah diri. Inhumane Decadence merangkul perasaan tersebut dan menyediakan ruang bersuara. Dengan mengajak individu yang memiliki keterampilan dalam bidang audio, visual maupun literatur untuk berkolaborasi, sebuah karya lintas aliran dapat tercipta. Ia menambahkan, “dengan tidak adanya batas dan klasifikasi dari sebuah seni, maka kolaborasi lintas aliran dapat terjadi selama terdapat titik yang dapat terhubung melalui semangat kolektif.”
Melalui perspektif Inhumane Decadence, seni tidak harus menampakkan wujud yang
menyenangkan, manis, ataupun mudah untuk dinikmati banyak orang. “Obliterated” adalah sisi gelap yang terwujud dari kecemasan terhadap sistem yang ada di dalam masyarakat. Dibalut dengan nuansa alternative metal yang sudah jarang terdengar di skena lokal saat ini, “Obliterated” menggambarkan kebangkitan melawan kemerosotan budaya.
Seluruh proses produksi dalam penggarapan “Obliterated” dilakukan secara digital dan
melibatkan beberapa kontributor. Single perdana ini dapat tercipta tanpa tatap muka dan hanya dengan berbasiskan cloud storage. Gagasan awal pada sajak dan komposisi musik dibuat oleh Aldo yang seterusnya dilengkapi oleh para kontributor. Pentolan dari D’Ark Legal Society, Mattheus Amadeus Aditirtono, melengkapi komposisi instrumen dengan menambahkan permainan bassnya yang ditenun secara kompleks. Setelah komposisi musik selesai, Fachri Bayu Wicaksono dari unit death metal Jakarta, Orestes, menambahkan geramannya yang meninvokasi orang-orang untuk mengagumi kemerosotan kultur saat ini. Sentuhan terakhir diberikan oleh Iwan Andryanto sebagai videomaker ulung asal Jakarta. Ia mengintepretasikan musik tersebut melalui detail visual yang selanjutnya dikemas menjadi video lirik oleh Aldo Kosim sebagai produser.
Single perdana ini dapat didengarkan secara gratis di kanal musik digital SoundCloud, sedangkan video lirik dapat disimak di kanal YouTube mereka. Dalam beberapa bulan ke depan, Inhumane Decadence berencana untuk merilis single keduanya. “Kami berharap agar dapat mengajak lebih banyak individu yang ingin bergabung dan memunculkan kolaborasi dalam penggarapan proses produksi selanjutnya,” pungkas Aldo. Simak video perdana Inhumane Decadence di bawah ini: