Setelah merilis single terbaru berdurasi lebih dari 14 menit, secara cuma-cuma – berjudul “Sound of Wild” – akhirnya, SUPERFINE resmi merilis album mini yang memayungi single tersebut. Bertajuk Rabbit Hole, album yang dirilis oleh label rekaman Bhang Records—milik pentolan The Sigit, Rektivianto Yoewono—tersebut dapat didapatkan dalam format kaset pita, serta dalam format digital seperti iTunes, Spotify, serta platform digital lainnya, terhitung 30 September 2017.
Menariknya, diluar format yang telah disebutkan diatas, album mini ini juga tersedia dalam format aplikasi Music Art Station (MAS), yang mana merupakan salah satu solusi bagi pendengar/ pembeli yang tidak memiliki alat pemutar kaset pita sebagaimana rilisan fisik yang ditawarkan namun tetap ingin memilikinya. Jelasnya, lewat aplikasi MAS, musiknya akan tetap bisa dinikmati tanpa perlu repot memikirkan medium putar, namun dengan bonus dapat merasakan sensasi baru dalam memainkan lagu melalui gadget (khusus android) yang ada tanpa harus meninggalkan produk fisik.
Teknologi ini sendiri, secara teknis merupakan gabungan dari dunia nyata dan digital: Augmented Reality, yang mana proses pemakaiannya sendiri dilakukan dengan cara scanning cover (tutorial lengkap tersedia dalam kemasan kaset, red). Untuk terobosan mutakhir ini, SUPERFINE turut berkolaborasi dengan Blowspace, salah satu start-up yang bergerak dibidang digital creative dan IT developer asal Bandung, serta 3D Artist bernama Reza Medika Wicaksono dan Agus Cahyono, asal Semarang.
Adapun, secara menyeluruh, untuk konten album mini, grup musik asal Bandung yang diperkuat oleh Nancy Christ (vokal), Tiar Renas (gitar), dan Ghushni Ibrahim (gitar) ini, lewat rilisan terbarunya hendak menawarkan sebuah gagasan terkini bagi ragam unsur musikal baru dari band yang terbentuk pada 2009 silam tersebut. Dengan begitu, mudahnya, Rabbit Holemerupakan cara untuk membawa/melihat kontradiksi-kontradiksi yang selama ini tersembunyi di balik konsep SUPERFINE ke arah yang kian berkembang, baik secara musik maupun lirik.
Album mini Rabbit Hole sendiri didalamnya berisikan dua lagu yang saling berkaitan satu sama lain, di sisi A memuat lagu “Sound of Wild”, dan untuk sisi B, memuat lagu berjudul sama dengan tajuk album mini, yakni “Rabbit Hole”. “Album mini Rabbit Hole, adalah gerbang pembuka bagi cerita yang akan dibangun oleh SUPERFINE nantinya. Lagu-lagu didalamnya menyerupai prolog, atau suguhan pengantar menjelang cerita utuh yang hendak ditawarkan dalam format album penuh. Album mini Rabbit Hole adalah kesatuan pengikat untuk track demi track
Sementara menyoal tata letak keterkaitan antar kedua hal tersebut (Sound of Wild dan Rabbit Hole) ada pada unsur kegelapan dan kejatuhan dalam jurang depresi, maksudnya keduanya adalah proses yang harus dilewati di dalam kehidupan dalam kerangka pembentukan keabsahan manusia, manusia yang utuh, manusia yang manusia. “Apakah depresi dulu, atau eksplorasi kegelapan dulu, tidak ada urutan pasti, tergantung pada setiap manusianya sendiri, tidak ada kepastian yang mana yang terlebih dahulu. Yang jelas dua hal tersebut pasti terjadi, mungkin bisa dipura-purakan, tapi tidak bisa dielakkan,” ucap Nancy.
Alhasil secara definitif album mini ini, didalamnya menceritakan: Untuk lagu “Sound of Wild” merupakan tafsir tentang sebuah representasi tentang eksplorasi kegelapan. Keresahan yang muncul pada saat proses penulisannya adalah rasa keingintahuan manusia terhadap sisi lain dalam dirinya, sisi lain selain yang di dogmakan sebagai kebenaran. Sedang lagu berjudul “Rabbit Hole”, merupakan sebuah ekspresi depresi, yang mana dalam hal ini merupakan titik terendah dalam kehidupan manusia yang sering disalah mengerti dan tidak dianggap serius. Keresahannya berupa skeptisisme manusia terhadap konsep kebahagiaan.
“Setiap manusia memiliki sifat ‘setan’ / ‘binatang’ di dalam dirinya, keinginan untuk mengenalnya bukanlah sebuah kesalahan. Eksplorasi kegelapan itu dibutuhkan, yang penting adalah bagaimana mengendalikan ‘setan’ mu,” seloroh Nancy tentang tentang motif dibalik penulisan lagu “Sound of Wild”. Sedang untuk lagu “Rabbit Hole”, katanya, apa yang tertulis merupakan dekontruksi kebahagiaan itu sendiri, “Karena kebahagiaan bagi kami hanyalah sebuah konsep, wacana yang bersifat hormonal. Dengan kata lain, realita menyajikan fakta yang tak dapat dielakkan, manusia tidak bisa melawan kepedihan, sel yang sudah kita bawa sejak kita dilahirkan. Catatan pentingnya adalah kepedihan bukanlah sebuah kelemahan, semua hanya bergantung pada sudut pandang,” jelas Nancy.
Jadi, lanjutnya album mini Rabbit Hole secara utuh dapat dipahami baik secara harafiah maupun metafor. Secara harafiah, Rabbit Hole berarti lubang yang digali oleh hewan (khususnya kelinci) di dalam tanah, bercabang didalamnya dan bisa sangat dalam. Tujuan dari lubang ini adalah sebagai tempat hidup, berhabitat sekaligus berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dari predator luar. Sedang Rabbit Hole secara metafor berarti sebuah lubang tempat kita terjerumus dan menjerumuskan diri ke dalam suatu dimensi yang abstrak, yang kita tidak ketahui seberapa dalam dan rumit alur dari persimpangan-persimpangan yang ada didalamnya.
“Semakin kita mencari tahu maka semakin terjerat ke dalam lebatnya tenunan jaring laba-laba. Dunia bawah tanah ini memberikan kejutan yang tidak pernah anda harapkan,” katanya seraya menyebut, peristiwa dan pengalaman yang didapatkan itu melampaui ekspektasi terhadap bayangan kehidupan orang biasa pada umumnya. “Sekali berada di dalamnya maka normal bukan lagi yang masuk akal, tawa bukan lagi yang bermakna, tidur tidak lagi menghibur. Disini yang masuk akal adalah yang anti-sosial, yang bermakna adalah duka, yang bertahan adalah ratapan, yang hakiki adalah isolasi dan yang normal adalah yang abnormal,” tambahnya.
Sedangkan dikatakan Tiar, penggabungan dari kedua makna tersebut juga secara sederhana dapat dipahami: Makna Rabbit Hole secara metafor itu ada sebagai sebuah bagian dari eksistensi kesatuan, bersama, berdampingan dengan makna harafiah. Jadi, semua pengalaman dan peristiwa yang terjadi dan dialami di dunia bawah tanah (makna metafor), baik itu kejatuhan, ketersesatan, kehilangan, kepedihan, ketakutan, kesepian, ketertekanan sosial-mental, kegilaan bahkan kematian, digunakan sebagai tempat untuk berhabitat, berkembang dan berlindung (makna harafiah).
“Simpulnya, Rabbit Hole adalah transformasi ‘kegelapan’, transformasi sebagai sebuah kekuatan, kekuatan untuk bertahan hidup. Kami selalu percaya, akan tiba masanya nanti untuk manusia mengambil jeda, kemudian keluar sejenak untuk melihat ke matahari (cahaya), toh sedikit cahaya tidak akan membuat kita meronta, sebelum akhirnya kembali lagi ke pelukan jaring laba-laba, dimana tempat tersebut adalah tempat yang entah mengapa selalu dianggap ‘lemah’ namun dibalik semua itu banyak melahirkan dan menyimpan celah untuk kekuatan yang tak berbatas, hal-hal semacam itulah yang lantas coba kami tuangkan ke dalam seni bunyi,” ujar Tiar.
Album mini Rabbit Hole, dalam hematnya turut melibatkan banyak orang. Mereka adalah Arbi Wardani (drum), Tobieng Halim (bas), Resa Afriansyah (gitar), dan Rizal Zachri (piano, synth). Sedang untuk proses rekamannya, dikerjakan di Escape Studios (Bandung), Infinite Labs (Bandung), dan Gladiresik Music Lab (Jakarta). Untuk mixing diserahkan kepada Cil Satriawan, sementara mastering-nya dilakukan oleh Avedis Mutter (Aftercoma) yang merupakan anak dari Richard Mutter (Dikenal sebagai drummer PAS Band era awal).
SUPERFINE juga melibatkan seorang seniman andal, Riandy Karuniawan, untuk menerjemahkan musik mereka ke dalam medium seni lukis. Ia menggambarkan ragam bentuk, juga corak yang indah dan surealis, hasil tafsirnya terhadap musik yang ia dengar dan tangkap dari album mini Rabbit Hole. Sebagai catatan, SUPERFINE kini sedang dalam proses penggarapan album penuh berformat trilogi dan seperti yang telah disebutkan diatas, album mini Rabbit Hole adalah titik awal dari semuanya.