Setelah single “Sesaat yang Abadi” yang dirilis pada penghujung tahun 2018 berhasil mendudukkan MONITA TAHALEA di jajaran Nominasi AMI Awards 2019 untuk kategori Artis Pria/Wanita Solo Alternatif terbaik, lagu tersebut juga menjadi penanda awal album ketiga berjudul “Dari Balik Jendela” yang merupakan sebuah musim baru bagi seorang penyanyi dan penulis lagu, Monita Tahalea.
Bekerja sama dengan Lie Indra Perkasa sebagai Producer dan Music Arranger dari album tersebut, Monita Tahalea mengusung genre musik yang disebutnya “Folktronik” dengan berisi 10 track lagu yaitu; 1. Pada Waktu, 2. Sesaat Yang Abadi, 3. Pada Air, 4. Jauh Nan Teduh Ft. Ananda Badudu, 5. Sound Of Silence, 6. Tapak Hening, 7. Laila, 8. Pada Angin, 9. Sibu-Sibu, 10. Sayonara.
“Untuk genre musik, kita bikin sebutan Folktronik sebenarnya supaya mempermudah aja sih, untuk orang-orang mengerti ada elemen apa aja didalam album ini. Karena sebenarnya kalau dibilang genre pun, aku lebih memilih untuk tidak menetapkan laguku di genre mana pun. Apalagi waktu pengerjaan album ini, aku lagi banyak dengar lagu dengan banyak genre. Mungkin dari segi elemen musik didalamnya lebih terinspirasi dari musik Folk, terus isinya banyak elektroniknya, makanya dijadiin satu aja dengan sebutan Folktronik”, ucap Monita.
Album Dari Balik Jendela ini berisikan lagu-lagu yang bercerita tentang angan dalam suatu ruang-waktu. Disini Monita ingin setiap orang yang mendengarkan lagu-lagu di album ini memiliki makna Dari Balik Jendela-nya mereka masing-masing. “Selama 5 tahun perjalanan setelah album ke-2, aku memasuki musim kehidupan yang berbeda lagi. Mulai dari aku banyak manggung, lalu kehidupan sebelum menikah dan setelah menikah. Banyak renungan yang terjadi dalam diri aku sendiri. Kenapa album ini diberi nama Dari Balik Jendela, karena aku tidak ingin membatasi makna album ini buat teman-teman yang mendengarkannya nanti. Begitu mereka mendengar kata Dari Balik Jendela, biarlah itu jadi perenungan tersendiri lagi buat mereka bahwa makna Dari Balik Jendela-nya teman-teman yang dengar, pasti memiliki versi yang berbeda-beda”, jelas Monita Tahalea.
Album ini terasa berbeda dari 2 album Monita sebelumnya. Pendewasaan bermusik Monita di album ini adalah keberaniannya bereksplorasi dengan lirik dan aransemen musik yang berbeda, yang menampilkan sound-sound dan melodi-melodi pintar yang terdengar fresh di telinga. Selain kembali menggaet musisi seperti Bernardus Ajutor Moa dan Gerald Situmorang, Monita menghadirkan nama-nama baru yang terlibat dalam beberapa penulisan lagu di album Dari Balik Jendela ini, seperti Ananda Badudu, Bayu Risa, Theoresia Rumthe, dan Yosua Gian, yang justru membawa kedalaman tersendiri bagi setiap lagu yang ada di album ini.
Lagu “Tapak Hening” yang diciptakan Monita Tahalea bersama Bayu Risa dan Yosua Gian, dipilih menjadi single kedua dari album Dari Balik Jendela.
“Hei! Teduhlah gurun
Meriak gelagat samudera
Menenang khawatir hari depan
Hei! Mengalir sungai
Pelan surut kau risauku
Bersenandung riang nyanyi kekal”
Kutipan dari bagian chorus di lagu Tapak Hening ini adalah sebuah seruan harapan akan masa depan yang tenteram dan sejahtera. Suatu saat Monita Tahalea pernah melakukan perjalanan bersama sebuah yayasan sosial ke Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan dari sebuah malam berbintang di Bukit Persaudaraan, Sumba, Monita Tahalea mendapat ide untuk menyuarakan harapannya akan masa depan anak-anak Indonesia.
Dan penulisan lirik seperti ini merupakan salah satu yang selalu mencuri perhatian dalam setiap lagu Monita Tahalea. Banyak menggunakan Bahasa Indonesia, kali ini Monita Tahalea menggandeng Theoresia Rumthe, penulis buku puisi yang mumpuni di bidangnya serta aktif dalam dunia literasi dan sastra Indonesia, untuk berkolaborasi menulis lirik Tapak Hening bersamanya.
“Pertama kali aku datang ke Sumba dan melihat anak-anak disana, ada satu sore di Bukit Wairinding – Sumba, saat aku bermain bersama anak-anak sambil menunggu matahari terbenam, aku melihat anak-anak itu lari-lari di sepanjang bukit tanpa menggunakan sepatu. Disitu aku melihat binar mata mereka yang enggak bisa aku lupain. Mereka seperti sedang berlari jauh meraih mimpi mereka. Harapannya, aku pengen melalui lagu ini kita boleh membuka diri kita bukan cuma untuk mimpi kita sendiri, tapi kita juga membuka tangan kita untuk membantu orang lain untuk meraih mimpinya, terutama anak-anak. Karena perjalanan mereka masih panjang dan mereka adalah generasi penerus bangsa ini. Akhirnya saat pulang ke Jakarta, di pesawat aku menulis sepenggal puisi. Karena aku ingin eksplore juga di lagu ini, aku serahin penggalan puisi tulisan aku itu ke Theoresia Rumthe, yang memang aku gemari tulisan-tulisannya. Aku banyak diskusi dengan dia tentang lagunya, tentang apa yang aku lihat disana dan apa yang ingin aku sampaikan. Dan akhirnya, Theoresia Rumthe hadir dengan puisi ‘Tapak Hening’ ini”, tutur Monita Tahalea tentang proses kreatif yang dilaluinya hingga tercipta lagu ini.
Dua album Monita Tahalea terdahulu berjudul Dream Hope & Faith (tahun 2010) diproduseri oleh Indra Lesmana dan Dandelion (tahun 2015) yang diproduserinya bersama Gerald Situmorang, membentuk Monita Tahalea sebagai seorang artis dan musisi independen. Kali ini melalui album ‘Dari Balik Jendela’ yang akan dirilis secara digital pada tanggal 13 Maret 2020, kita akan mendengarkan perjalanan dan kedalaman seorang Monita Tahalea sebagai seorang penyanyi dan juga seniman.
“Aku enggak tahu kenapa aku bisa berjalan sampai sejauh ini di musik, bahkan dapat kemampuan untuk menulis lirik atau menyanyikan atau menyampaikan rasa pada sebuah lagu. Buat aku, musik adalah sebuah perjalanan, itu sepenuhnya anugerah dari Pemilik Kehidupan ini. Jadi bagiku, musik itu adalah perjumpaan aku dengan kasih yang tanpa syarat dari Tuhan. Dan harapanku, semoga apa yang ingin aku sampaikan ini, bisa menjadi sebuah perenungan yang indah. Ketika mereka membuka jendela apapun dalam hidup mereka, mereka bisa menemukan udara yang segar, menemukan hal-hal baru yang bisa bikin mereka menjalani hidup dengan lebih baik lagi”, tutur Monita Tahalea.